Friday, February 28, 2014
Muzakir dan Dermawan
Pada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar
yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya
yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Muzakir sangat
loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan wang saja. Ia tidak
peduli kepada orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeza tingkah
lakunya. Ia tidak rakus dengan wang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin.
Sebelum meninggal, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata
kepada kedua anaknya. Maksudnya agar anak-anaknya tidak berbantah dan saling
iri hati, terutama bila ia telah meninggal kelak.
Muzakir langsung membeli peti besi. wang bahagiannya
dimasukkan ke dalam peti tersebut, lalu dikuncinya. Bila ada orang miskin datang,
bukannnya ia memberi sedekah, melainkan ia tertawa terbahak-bahak melihat orang
miskin yang pincang, buta dan lumpuh itu. Bila orang miskin itu tidak mau pergi
dari rumahnya, Muzakir memanggil orang gajinya untuk mengusirnya.
Dermawan selalu menyambut orang-orang miskin dengan senang
hati. Mereka dijamunya makan dan diberi wang kerana ia merasa hiba melihat orang
miskin dan melarat. Lama kelamaan wang Dermawan habis dan ia tidak sanggup lagi
membiayai rumahnya yang besar. Ia pun pindah ke rumah yang lebih kecil dan
harus bekerja. Gajinya tidak seberapa, sekedar cukup makan saja.
Tetapi ia sudah merasa senang dengan hidupnya yang demikian.
Muzakir tertawa terbahak-bahak mendengar berita Dermawan yang dianggapnya bodoh
itu. Muzakir telah membeli rumah yang lebih bagus dan kebun kelapa yang luas.
Tetapi Dermawan tidak menghiraukan tingkah laku abangnya.
Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di
perkarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya.
Burung itu mencicit-cicit kesakitan "Kasihan," kata Dermawan.
"Sayapmu patah, ya?" lanjut Dermawan seolah-olah ia berbicara dengan
burung pipit itu.
Ditangkapnya burung tersebut, lalau diperiksanya sayapnya. Benar
saja, sayap burung itu patah. "Biar ku cuba mengubatimu," katanya.
Setelah diubatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian
diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan.
Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa
hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat
kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali mengunjungi Dermawan. Di
paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan Dermawan.
Dermawan tertawa melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun demikian,
senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu ditanam di belakang
rumahnya.
Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah
pokok betik. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan
subur. Pada mulanya Dermawan menyangka buahnya banyak. Tentulah ia akan
kenyang makan buah betik dan selebihnya akan ia sedekahkan. Tetapi aneh,
meskipun bunganya banyak, yang menjadi buah hanya satu. Ukuran betik ini luar
biasa besarnya, jauh lebih dari betik biasa. Sedap kelihatannya dan harum
pula baunya.
Setelah masak, Dermawan memetik buah betik itu. Amboi,
bukan main beratnya. Ia termengah-mengah mengangkatnya dengan kedua belah
tangannya. Setelah diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya pisau. Ia
membelah buah betik itu. Setelah buah betik terbelah, betapa terperanjatnya Dermawan. Isi betik itu berupa pasir kuning yang bertumpuk di atas meja.
Ketika diperhatikannya sungguh-sungguh, nyatalah bahwa pasir
itu adalah butir emas yang halus. Dermawan pun menari-nari kerana girangnya. Ia
mendengar burung mencicit di luar, terlihat burung pipit yang pernah
ditolongnya hinggap di sebuah tonggak. "Terima kasih! Terima kasih!"
seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.
Keesokan harinya Dermawan membeli sebuah rumah yang indah dengan
pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin yang datang ke rumahnya
diberinya makan. Tetapi Dermawan tidak akan jatuh miskin seperti dahulu, karena wangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah ruah. Rupanya hal ini membuat
Muzakir iri hati. Muzakir yang ingin mengetahui rahsia adiknya lalu pergi ke
rumah Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepadanya tentang
kisahnya.
Mengetahui hal tersebut, Muzakir lalu memerintahkan
orang-orang gajinya mencari burung yang patah kaki atau patah sayapnya di
mana-mana. Namun sampai satu minggu lamanya, seekor burung yang demikian pun
tak ditemukan. Muzakir sungguh marah dan tidak dapat tidur. Keesokan paginya,
Muzakir mendapat akal.
Diperintahkannya seorang gajinya untuk menangkap burung
dengan pengapit. Tentu saja sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian
berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada sayap burung. Setelah
beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Burung itu pun
kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira.
Biji pemberian burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik
di kebunnya. Tumbuhlah sebatang pokok betik yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya
pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari buah betik kepunyaan Dermawan. Setelah buah betik itu masak ranum, dua orang gaji Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah kerana beratnya. Muzakir mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah buah betik itu.
Baru saja buah betik itu dipotong, menyemburlah dari dalam
buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti
bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruang rumahnya tidak luput dari
siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu. Muzakir berlari ke jalan
raya sambil menjerit-jerit. Orang yang melihatnya dan mencium bau yang busuk
itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan dengan riuhnya.
Wednesday, February 26, 2014
Keep Believing in Yourself!
There may be days when you get up in the morning and things
aren’t the way you had hoped they would be.
That’s when you have to tell yourself that things will get
better. There are times when people disappoint you and let you down.
But those are the times when you must remind yourself to
trust your own judgments and opinions, to keep your life focused on believing
in yourself.
There will be challenges to face and changes to make in your
life, and it is up to you to accept them.
Constantly keep yourself headed in the right direction for
you. It may not be easy at times, but in those times of struggle you will find
a stronger sense of who you are.
So when the days come that are filled with frustration and
unexpected responsibilities, remember to believe in yourself and all you want
your life to be.
Because the challenges and changes will only help you to
find the goals that you know are meant to come true for you.
Keep Believing in Yourself!
Saturday, February 22, 2014
Face difficulties positively
This parable is told of a farmer who owned an old mule. The
mule fell into the farmer’s well. The farmer heard the mule praying or whatever
mules do when they fall into wells.
After carefully assessing the situation,
the farmer sympathized with the mule, but decided that neither the mule nor the
well was worth the trouble of saving. Instead, he called his neighbors
together, told them what had happened, and enlisted them to help haul dirt to
bury the old mule in the well and put him out of his misery.
Initially the old mule was hysterical! But as the farmer and
his neighbors continued shoveling and the dirt hit his back, a thought struck
him. It suddenly dawned on him that every time a shovel load of dirt landed on
his back, HE WOULD SHAKE IT OFF AND STEP UP!
This he did, blow after blow. “Shake it off and step
up…shake it off and step up…shake it off and step up!” He repeated to encourage
himself. No matter how painful the blows, or how distressing the situation
seemed, the old mule fought panic and just kept right on SHAKING IT OFF AND
STEPPING UP!
It wasn’t long before the old mule, battered and exhausted,
stepped triumphantly over the wall of that well! What seemed like it would bury
him actually helped him . . . all because of the manner in which he handled his
adversity.
THAT’S LIFE! If we face our problems and respond to them
positively, and refuse to give in to panic, bitterness, or self-pity.
Wednesday, February 19, 2014
Father
Father was a hardworking man who delivered bread as a living
to support his wife and three children. He spent all his evenings after work
attending classes, hoping to improve himself so that he could one day find a
better paying job. Except for Sundays, Father hardly ate a meal together with
his family. He worked and studied very hard because he wanted to provide his
family with the best money could buy.
Whenever the family complained that he was not spending
enough time with them, he reasoned that he was doing all this for them. But he
often yearned to spend more time with his family.
The day came when the examination results were announced. To
his joy, Father passed, and with distinctions too! Soon after, he was offered a
good job as a senior supervisor which paid handsomely.
Like a dream come true, Father could now afford to provide
his family with life’s little luxuries like nice clothing, fine food and
vacation abroad.
However, the family still did not get to see father for most
of the week. He continued to work very hard, hoping to be promoted to the
position of manager. In fact, to make himself a worthily candidate for the
promotion, he enrolled for another course in the open university.
Again, whenever the family complained that he was not
spending enough time with them, he reasoned that he was doing all this for
them. But he often yearned to spend more time with his family.
Father’s hard work paid off and he was promoted. Jubilantly,
he decided to hire a maid to relieve his wife from her domestic tasks. He also
felt that their three-room flat was no longer big enough, it would be nice for
his family to be able to enjoy the facilities and comfort of a condominium.
Having experienced the rewards of his hard work many times before,
Father resolved to further his studies and work at being promoted again. The family still did not get to see much of him. In fact, sometimes Father had to work on Sundays entertaining clients. Again, whenever the family complained that he was not spending enough time with them, he reasoned that he was doing all this for them. But he often yearned to spend more time with his family.
Father resolved to further his studies and work at being promoted again. The family still did not get to see much of him. In fact, sometimes Father had to work on Sundays entertaining clients. Again, whenever the family complained that he was not spending enough time with them, he reasoned that he was doing all this for them. But he often yearned to spend more time with his family.
As expected, Father’s hard work paid off again and he bought
a beautiful condominium. On the first Sunday evening at their new home, Father
declared to his family that he decided not to take anymore courses or pursue
any more promotions. From then on he was going to devote more time to his
family.
Father did not wake up the next day.
Sunday, February 16, 2014
Sinar Menyinari - Satu Wawasan
Saya tertarik dengan wawasan yang sedang dicanang oleh TNB pada ketika ini. Organisasi ini sekarang sedang kuat mencanangkan bahawa mereka mahu menjadi 'Better.Brighter'. Slogan 'Better.Brighter' ini merupakan satu bentuk hubungan yang mahu dibina TNB bersama pelanggan dan para anggota kerjanya. Corak hubungan ini boleh dirumuskan seperti dibawah ...
Manakala jalan untuk mencapai 'Better.Brighter' ini digariskan oleh rangka kerja berikut ...
Gambaran apa yang dimaksudkan dalam rajah-rajah di atas jelas digambarkan melalui video 'Better.Brighter' dibawah ini ...
Bagi membantu anggota kerja TNB pula agar sentiasa 'panas' dengan hasrat ini, lagu berikut memang berupaya untuk membakar semangat. Apa kata kita hayati lagu 'Sinar Menyinari' berikut ...
Saya suka dengan jalan cerita yang dipamirkan di atas. Saya yakin jika inilah yang di'paku' kepada semua anggota kerja TNB ini secara berterusan, sudah pasti, dengan izin Tuhan, TNB bakal menggegar industri yang diceburinya.
TNB Better.Brigter!
Wednesday, February 12, 2014
Sang Merak dengan Sang Gagak
Alkisah satu masa dahulu di dalam sebuah rimba yang permai
terdapat dua ekor burung yang bersahabat baik iaitu Sang Gagak dan Sang Merak.
Pada masa itu Sang Gagak dan Sang Merak tidak mempunyai warna pada bulu mereka
apatah lagi corak yang menarik
Disebutkan dalam kisah mereka, pada suatu hari sedang mereka
bersiar-siar di rimba itu, mereka terjumpa dengan beberapa tong cat yang
bermacam-macam warna. Lantas timbullah idea dalam diri Sang Gagak untuk
menggunakan cat tersebut untuk mewarnakan dirinya yang tidak berwarna berserta
sahabat baiknya.
Hal tersebut dipersetujui oleh Sang Merak yang juga mahukan
warna pada badannya. Dia mengemukakan cadangan untuk Sang Gagak melukis di
badannya dulu sebelum dia pula mewarnakan badan Sang Gagak.
Sang Gagak yang dikenali sebagai seekor binatang yang
kreatif dan berbakat mula melukis corak dan mewarnakan badan sang Merak.
Hasilnya Sang Merak kelihatan cantik dengan warna barunya. Sesudah itu tibalah
giliran Sang Merak untuk mewarnakan badan Sang Gagak.
Tetapi Sang Merak pula dikenali sebagai binatang yang tidak
mempunyai bakat dan amat pemalas. Tanpa mahu memikir panjang, Sang Merak terus
mengambil cat hitam dan dicampakkannya ke arah badan Sang Gagak. Hasilnya tubuh
Sang Gagak berwarna hitam legam keseluruhannya.
Sang Merak yang kaget dengan kejadian itu terus melarikan
diri. Setelah beberapa ketika Sang Gagak sudah tidak sabar untuk melihat
dirinya yang baru. Dia berjalan cepat-cepat ke arah sungai berdekatan dan
melihat dirinya pada riak air sungai tersebut.
Alangkah terkejutnya sang Gagak apabila melihat dirinya yang
berwarna hitam keseluruhannya dari atas hingga ke bawah. Dengan rasa marah yang
teramat sangat Sang Gagak terus mencari Sang Merak yang sudah lari jauh ke
dalam rimba itu.
Begitulah ceritanya kenapa gagak membuat bunyi, "akk,
akk" singkatan kepada "merak, merak". Ada yang mengatakan Sang
Gagak terus mencari Sang Merak hingga ke hari ini. Dan Sang Merak terus
menyembunyikan diri dari Sang Gagak walaupun dia selalu bermegah-megah dengan
kecantikannya.
Pelajaran: Tuhan itu Maha Adil. Jangan kita sangka kita
bakal terlepas dari sebarang perkara yang kita lakukan. Satu hari pasti kita
akan terima juga pembalasannya.
Saturday, February 8, 2014
Planting Potatoes
When I was a boy growing up we had several gardens around
our old house. The largest one of all was used just for growing potatoes.
I can still remember those potato planting days. The whole
family helped. After my Dad had tilled the soil, my Mom, brothers, and I went
to work. It was my job to drop the little seed potatoes in the rows while my
Mom dropped handfuls of fertilizer beside them. My brothers then covered them
all with the freshly turned earth.
For months afterward I would glance over at the garden while
I played outside and wonder what was going on underneath the ground. When the
harvest time came I was amazed at the huge size of the potatoes my Dad pulled
out of the soil. Those little seedlings had grown into bushels and bushels of
sweet sustenance.
They would be turned into meal after meal of baked potatoes,
mashed potatoes, fried potatoes, and my personal favorite: potatoes slowed
cooked in spaghetti sauce. They would keep the entire family well fed
throughout the whole year. It truly was a miracle to behold.
Thinking back on those special times makes me wonder how
many other seeds I have planted in this life that has grown unseen in the
hearts and minds of others. How many times has God used some little thing that
I said or did to grow something beautiful? How many times has Heaven used these
little seedlings to provide another’s soul with sweet sustenance?
Every single day of our lives we step out into the garden of
this world. Every single day we plant seeds that can grow into something
wonderful. We may never see the growth that comes from the kind words or loving
acts we share but God does.
I hope then that you always tend the garden around
you with care. I hope that you plant only goodness, peace, and compassion in
the lives of everyone you meet. I hope that every day you help miracles to
grow.
Wednesday, February 5, 2014
Bangau dan Ketam
Pada zaman dahulu terdapat sebuah tasik yang sangat indah.
Airnya sungguh jernih dan di dalamnya ditumbuhi oleh pokok-pokok teratai yang
berbunga sepanjang masa. Suasana di sekitar tasik tersebut sungguh indah.
Pokok-pokok yang tumbuh di sekitarnya hidup dengan subur. Banyak burung yang
tinggal di kawasan sekitar tasik tersebut.
Salah seekornya adalah burung bangau. Manakala di dalam
tasik hidup bermacam-macam ikan dan haiwan lain. Ada ikan telapia sepat, kelah,
keli, haruan dan bermacam-macam ikan lagi. Selain daripada ikan, terdapat juga
ketam dan katak yang turut menghuni tasik tersebut.
Burung bangau sangat suka tinggal di kawasan tasik tersebut
kerana ia senang mencari makan. Ikan-ikan kecil di tasik tersebut sangat jinak
dan mudah ditangkap. Setiap hari burung bangau sentiasa menunggu di tepi tasik
untuk menangkap ikan yang datang berhampiran dengannya.
Beberapa tahun kemudian burung bangau semakin tua. Ia tidak
lagi sekuat dulu untuk menangkap ikan. Kadang- kadang ia tidak memperolehi ikan
untuk dimakan menyebabkan ia berlapar seharian. Ia berfikir di dalam hatinya
seraya berkata "Kalau beginilah keadaannya, aku akan mati kelaparan kerana
tidak lagi berdaya untuk menangkap ikan. Aku mesti mencari jalan supaya aku
dapat memperolehi makanan dengan mudah".
Burung bangau mendapat idea dan berpura-pura duduk termenung
dengan perasaan sedih di tebing tasik. Seekor katak yang kebetulan berada di
situ ternampak bangau yang sangat murung dan sedih lalu bertanya
"Kenapakah aku lihat akhir-akhir ini kamu asyik termenung dan bersedih
sahaja wahai bangau?". Bangau menjawab " Aku sedang memikirkan keadaan
nasib kita dan semua penghuni tasik ini."
"Apa yang merunsingkan kamu, sedangkan kita hidup di
sini sudah sekian lama tidak menghadapi sebarang masalah." Jawab katak.
"Awak manalah tahu, aku sering terbang ke sana ke mari dan mendengar
manusia sedang berbincang tentang bencana kemarau yang akan menimpa kawasan ini
dalam beberapa bulan lagi.
Kau lihat sajalah sejak akhir-akhir ini hari panas semacam
aje, hujan pun sudah lama tidak turun". Bangau menyambung lagi "Aku
khuatir tasik ini akan kering dan semua penghuni di tasik ini akan mati."
Katak mengangguk- anggukkan kepalanya sebagai tanda bersetuju dengan hujah
bangau tadi. Tanpa membuang masa katak terus melompat ke dalam tasik untuk
memaklumkan kepada kawan-kawan yang lain.
Berita bencana kemarau telah tersebar ke seluruh tasik
begitu cepat dan semua penghuni tasik berkumpul ditebing sungai dimana bangau
berada. Masing-masing riuh rendah menanyakan bangau akan berita tersebut.
Seekor ikan haruan bertanya kepada bangau "Apakah cadangan engkau untuk membantu
kami semua?"
Burung bangau berkata "Aku ada satu cadangan, tetapi
aku khuatir kamu semua tidak bersetuju." "Apakah cadangan
tersebut" kata haruan seolah-olah tidak sabar lagi mendengarnya. Bangau
berkata " Tidak jauh dari sini ada sebuah tasik yang besar dan airnya
dalam, aku percaya tasik tersebut tidak akan kering walaupun berlaku kemarau
yang panjang."
"Bolehkah engkau membawa kami ke sana" sampuk
ketam yang berada di situ. "Aku boleh membawa kamu seekor demi seekor
kerana aku sudah tua dan tidak berdaya membawa kamu lebih daripada itu"
kata burung bangau lagi.. Mereka pun bersetuju dengan cadangan burung bangau.
Burung bangau mula mengangkut seekor demi seekor ikan
daripada tasik tersebut, tetapi ikan- ikan tersebut tidak dipindahkan ke tasik
yang dikatakannya.Malahan ia membawa ikan-ikan tersebut ke batu besar yang
berhampiran dengan tasik dan dimakannya dengan lahap sekali kerana ia sudah
tidak makan selama beberapa hari. Setelah ikan yang dibawanya dimakan habis, ia
terbang lagi untuk mengangkut ikan yang lain.
Begitulah perbuatannya sehingga sampai kepada giliran ketam.
Oleh kerana ketam mempunyai sepit ia hanya bergantung pada leher burung bangau
dengan menggunakan sepitnya. Apabila hampir sampai ke kawasan batu besar
tersebut, ketam memandang ke bawah dan melihat tulang-tulang ikan bersepah di
atas batu besar. Melihat keadaan tersebut ketam berasa cemas dan berfikir di
dalam hatinya "Matilah aku kali ini dimakan oleh bangau."
Lalu ia memikirkan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya
daripada ratahan bangau yang rakus. Setelah tiba di atas batu besar ketam masih
lagi berpegang pada leher bangau sambil berkata "Dimanakah tasik yang
engkau katakan itu dan kenapa engakau membawa aku di sini?" Bangau pun
tergelak dengan terbahak-bahak lalu berkata "Kali ini telah tiba masanya
engkau menjadi rezeki aku."
Dengan perasaan marah ketam menyepit leher bangau dengan
lebih kuat lagi menyebabkan bangau sukar untuk bernafas, sambil merayu minta di
lepaskan, ia berjanji akan menghantar ketam kembali ke tasik tersebut. Ketam
tidak mempedulikan rayuan bangau malah ia menyepit lebih kuat lagi sehingga
leher bangau terputus dua dan bangau mati di situ jua.
Dengan perasaan gembira kerana terselamat daripada menjadi
makanan bangau ia bergerak perlahan-lahan menuju ke tasik sambil membawa kepala
bangau. Apabila tiba di tasik, kawan-kawannya masih lagi setia menunggu giliran
masing-masing. Setelah melihat ketam sudah kembali dengan membawa kepala bangau
mereka kehairanan dan ketam menceritakan kisah yang berlaku.
Semua binatang di tasik tersebut berasa gembira kerana
mereka terselamat daripada menjadi makanan burung bangau yang tamak dan
mementingkan diri sendiri. Mereka mengucapkan terima kasih kepada ketam kerana
telah menyelamatkan mereka semua.
Pengajaran: Kita tidak boleh bersikap tamak dan
mementingkan diri sendiri . Kita hendaklah memikirkan perasaan orang lain .
Sunday, February 2, 2014
S.C.I.P.A.B.
Saya selalu menghadapi masalah bagaimana untuk membuat ‘executive
summary’ untuk sesuatu perkara yang saya lakukan baik samada ianya merupakan
satu lapuran, seminar atau perbincangan.
Saya sentiasa menghadapi masalah apa yang mahu saya masukkan ke dalam
sesuatu ‘executive summary’ itu memandangkan saya biasanya punya banyak
maklumat untuk dipertimbangkan.
Teka teki ini terjawab baru-baru ini bila secara bidan
terjun, saya telah menyertai satu program dua hari bertajuk ‘Selling to the Decision
Maker’ hasil kajian Mandel Communications dari Amerika Syarikat.
Salah satu idea hebat di dalam seminar ini ialah
S.C.I.P.A.B. yang memberi maksud ‘Situation + Complication + Implication +
Position + Action + Benefits.'
Saya diberitahu oleh Daniel Kwok iaitu fasilitator program
ini bahawa S.C.I.P.A.B. dibangunkan oleh Mr Mandel pada tahun 80an dahulu bagi
membantu para technologists di Silicon Valley agar mudah menyakinkan para
pelabur atau ‘angel investor’ untuk sudi melabur dalam idea-idea mereka. Keperluan
ini timbul kerana para technologists ini tidak mahir untuk menceritakan idea
mereka yang mempunyai elemen ‘business sense’.
Jadi bagaimana kita aplikasi idea S.C.I.P.A.B. ini? Untuk
itu kita perlu memahami dahulu apakah makna terperinci S.C.I.P.A.B. ini.
Situation – Huraikan ‘context’ atau suasana keadaan yang
menjadi tumpuan.
Complication – Apakah kesulitan yang dihadapi oleh
‘situation’ di atas.
Implication – Apakah akibat daripada ‘complication’ di atas.
Position – Apakah cadangan anda untuk menangani
‘Complication’ di atas.
Action – Apakah tindakan yang anda sarankan kepada sasaran
anda.
Benefits – Apakah faedah yang bakal diterima oleh sasaran
anda di atas tindakan di atas.
Contoh penggunaan S.C.I.P.A.B. di atas ialah seperti
berikut;
Hujung minggu ini saya akan mengadakan satu majlis makan
malam sempena Tahun Baru Cina. (Situation) Namun saya tidak mempunyai buah
limau. (Complication) Apalah makna majlis makan malam Tahun Baru Cina jika
tiada buah limau (Implication). Saya mendapat tahu buah limau yang dijual di
kedai buah Bahagia itu sungguh manis. (Position) Boleh tak anda tolong beli
buah limau di kedai tersebut semasa dalam perjalanan ke majlis makan malam ini
nanti? (Action) Anda pasti akan puas hati bila majlis makan malam ini diserikan
lagi dengan adanya buah limau. (Benefits).
Apakah kebaikan jika sesuatu perkara itu mempunyai elemen
S.C.I.P.A.B. seperti contoh di atas?
Pertama, segala maklumat penting yang perlu diketahui oleh
sasaran kita sudah dinyatakan dalam kenyataan ini. Kedua, kenyataan di atas
tidak memfokuskan kepada diri kita tetapi lebih kepada sasaran kita. Ketiga,
aliran fikiran (terrain of thoughts) kita untuk menerangkan isu kita ini sangat
tersusun.
Dengan gaya sebegini mudah untuk sasaran kita memahami kita
dan seterusnya peluang kita untuk mempengaruhi sasaran kita untuk menyetujui
syor kita itu makin tinggi.
Menarik bukan? Cubalah!
Saturday, February 1, 2014
Subscribe to:
Posts (Atom)