Friday, February 28, 2014
Muzakir dan Dermawan
Pada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar
yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya
yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Muzakir sangat
loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan wang saja. Ia tidak
peduli kepada orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeza tingkah
lakunya. Ia tidak rakus dengan wang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin.
Sebelum meninggal, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata
kepada kedua anaknya. Maksudnya agar anak-anaknya tidak berbantah dan saling
iri hati, terutama bila ia telah meninggal kelak.
Muzakir langsung membeli peti besi. wang bahagiannya
dimasukkan ke dalam peti tersebut, lalu dikuncinya. Bila ada orang miskin datang,
bukannnya ia memberi sedekah, melainkan ia tertawa terbahak-bahak melihat orang
miskin yang pincang, buta dan lumpuh itu. Bila orang miskin itu tidak mau pergi
dari rumahnya, Muzakir memanggil orang gajinya untuk mengusirnya.
Dermawan selalu menyambut orang-orang miskin dengan senang
hati. Mereka dijamunya makan dan diberi wang kerana ia merasa hiba melihat orang
miskin dan melarat. Lama kelamaan wang Dermawan habis dan ia tidak sanggup lagi
membiayai rumahnya yang besar. Ia pun pindah ke rumah yang lebih kecil dan
harus bekerja. Gajinya tidak seberapa, sekedar cukup makan saja.
Tetapi ia sudah merasa senang dengan hidupnya yang demikian.
Muzakir tertawa terbahak-bahak mendengar berita Dermawan yang dianggapnya bodoh
itu. Muzakir telah membeli rumah yang lebih bagus dan kebun kelapa yang luas.
Tetapi Dermawan tidak menghiraukan tingkah laku abangnya.
Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di
perkarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya.
Burung itu mencicit-cicit kesakitan "Kasihan," kata Dermawan.
"Sayapmu patah, ya?" lanjut Dermawan seolah-olah ia berbicara dengan
burung pipit itu.
Ditangkapnya burung tersebut, lalau diperiksanya sayapnya. Benar
saja, sayap burung itu patah. "Biar ku cuba mengubatimu," katanya.
Setelah diubatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian
diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan.
Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa
hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat
kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali mengunjungi Dermawan. Di
paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan Dermawan.
Dermawan tertawa melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun demikian,
senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu ditanam di belakang
rumahnya.
Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah
pokok betik. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan
subur. Pada mulanya Dermawan menyangka buahnya banyak. Tentulah ia akan
kenyang makan buah betik dan selebihnya akan ia sedekahkan. Tetapi aneh,
meskipun bunganya banyak, yang menjadi buah hanya satu. Ukuran betik ini luar
biasa besarnya, jauh lebih dari betik biasa. Sedap kelihatannya dan harum
pula baunya.
Setelah masak, Dermawan memetik buah betik itu. Amboi,
bukan main beratnya. Ia termengah-mengah mengangkatnya dengan kedua belah
tangannya. Setelah diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya pisau. Ia
membelah buah betik itu. Setelah buah betik terbelah, betapa terperanjatnya Dermawan. Isi betik itu berupa pasir kuning yang bertumpuk di atas meja.
Ketika diperhatikannya sungguh-sungguh, nyatalah bahwa pasir
itu adalah butir emas yang halus. Dermawan pun menari-nari kerana girangnya. Ia
mendengar burung mencicit di luar, terlihat burung pipit yang pernah
ditolongnya hinggap di sebuah tonggak. "Terima kasih! Terima kasih!"
seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.
Keesokan harinya Dermawan membeli sebuah rumah yang indah dengan
pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin yang datang ke rumahnya
diberinya makan. Tetapi Dermawan tidak akan jatuh miskin seperti dahulu, karena wangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah ruah. Rupanya hal ini membuat
Muzakir iri hati. Muzakir yang ingin mengetahui rahsia adiknya lalu pergi ke
rumah Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepadanya tentang
kisahnya.
Mengetahui hal tersebut, Muzakir lalu memerintahkan
orang-orang gajinya mencari burung yang patah kaki atau patah sayapnya di
mana-mana. Namun sampai satu minggu lamanya, seekor burung yang demikian pun
tak ditemukan. Muzakir sungguh marah dan tidak dapat tidur. Keesokan paginya,
Muzakir mendapat akal.
Diperintahkannya seorang gajinya untuk menangkap burung
dengan pengapit. Tentu saja sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian
berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada sayap burung. Setelah
beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Burung itu pun
kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira.
Biji pemberian burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik
di kebunnya. Tumbuhlah sebatang pokok betik yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya
pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari buah betik kepunyaan Dermawan. Setelah buah betik itu masak ranum, dua orang gaji Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah kerana beratnya. Muzakir mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah buah betik itu.
Baru saja buah betik itu dipotong, menyemburlah dari dalam
buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti
bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruang rumahnya tidak luput dari
siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu. Muzakir berlari ke jalan
raya sambil menjerit-jerit. Orang yang melihatnya dan mencium bau yang busuk
itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan dengan riuhnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Thanks for sharing, nice post! Post really provice useful information!
ReplyDeleteGiaonhan247 chuyên dịch vụ mua hàng mỹ từ dịch vụ order hàng mỹ hay nhận mua nước hoa pháp từ website nổi tiếng hàng đầu nước Mỹ mua hàng ebay ship về VN uy tín, giá rẻ.