Saturday, April 25, 2015
Kisah Dua Gelas
Aku sebuah gelas yang mewah dengan ukiran motif yang elegan.
Orang-orang yang ingin memilikiku harus rela menukarku dengan wang yang
cukup besar. Betapa senangnya menjadi sepertiku, ye itulah pikiran yang
terlintas saat itu.
Sampai suatu saat aku dibawa oleh seorang wanita cantik yang
terkenal. Kemudian ia meletakkanku di dalam sebuah almari kaca yang indah, aku
berpikir itu adalah tempat terindah dan layak untuk gelas sepertiku.
Aku berada di istanaku, begitu aku menyebut bufet kaca itu selama
beberapa tahun.
Tahun-tahun pertama aku merasa bagaikan berada di atas
angin, setiap rekanan bisnis maupun kerabat-kerabat dekat sang wanita yang
datang berkunjung selalu memujiku.
Tahun berikutnya mulai terasa membosankan. Aku sering melihat
gelas-gelas lain yang menurutku tidak seindah aku dipakai untuk mejamu tamu.
Mereka diisi dengan berbagai jenis minuman yang panas maupun dingin. Aku
berpikir untuk tidak mau seperti mereka, pasti tubuhku akan rosak, aku akan
bahagia selamanya berada di sini.
Dan di tahun-tahun berikutnya aku benar-benar merasa ada
yang kurang. Aku merasa kosong, aku tidak lagi gembira ketika mendapat pujian
dan tatapan kagum. Aku juga tidak tahu mengapa aku merasa demikian.
Sampai suatu saat ada seseorang yang mengeluarkan aku dari
istanaku, dia membawaku ke sebuah tempat yang akhirnya aku ketahui adalah
dapur. Kemudian aku diletakkan di atas meja makan dan aku dikejutkan ketika aku
menoleh untuk melihat sekeliling oleh sebuah gelas lain di sebelahku.
Aku melihat ngeri padanya, bagaimana tidak, tubuhnya penuh
dengan goresan dan warna yang memudar. Dengan hati-hati aku bertanya padanya
mengenai keadaannya. Dan ia menjawab dengan lembut.
"Nak, dulu aku sepertimu, yah tentunya tidak seindah
dirimu" ia tersenyum lalu melanjutkan ceritanya. "Aku hanya gelas
biasa dengan ukiran sederhana yang dipamir di bahagian belakang kedai yang
menjualku. Aku merasa sedih dan mengeluh pada penciptaku kenapa ia membuat
diriku hanya seperti ini, dan aku menganggap diriku hanya sebuah karya yang
gagal kerana tidak ada yang mau memilihku".
"Sampai suatu hari sang wanita pemilik kita ini,
menggenggamku dan membawaku dengan senyuman di wajahnya. Saat itu aku merasa
semua pemikiranku salah. Betapa gembiranya aku, dan aku berpikir bahwa wanita
ini akan menjadikanku hiasan di rumahnya. Namun, kenyataan membuat aku kecewa,
aku tidak diletakkan di dalam amari kaca tempatmu berada dan malahan
dimasukkan ke dalam ruangan kerjanya.
"Kau tahu nak, terkadang aku merasa sakit ketika air
panas mengisi tubuhku. Aku menggigil ketika bongkahan ais batu menimpaku. Aku
harus mencium berbagai aroma minuman seperti teh, kopi, dan masih banyak lagi
yang bercampur aduk membuatku mual"
"Bahkan aku hampir histeria ketika menemukan tubuhku
penuh dengan noda-noda yang tidak dapat hilang meskipun sudah digosok
berkali-kali dan saat dibersihkan itu menjadi saat menyakitkan bagiku, itulah
saat dimana tubuhku harus bersentuhan dengan alat pembersih yang terkadang
tajam."
Lalu ia melanjutkan, sementara pikiranku perlahan-lahan
dibuka dengan hal-hal baru.
"Sering aku merasa kesepian nak, setelah dibersihkan
aku diletakkan kembali di tempatku, di atas meja kerja sang wanita yang setiap
hari pula aku tinggal di dalam gelapnya ruangan itu. Aku merasa iri hati dengan
gelas-gelas sepertimu yang tidak harus mengalami semua ini"
"Tahun awal begitu menyiksa tetapi seiring waktu
berlalu aku terbiasa dengan semuanya, bahkan aku menemukan sebuah hal yang
tidak akan pernah aku sesali yaitu rasa puas dan sukacita yang besar ketika
sang wanita dapat menikmati minumannya melalui aku, gelas yang sederhana ini dan
di saat itu aku ingin sekali mengucapkan terima kasih pada penciptaku karena
telah menghasilkan karya yang tidak gagal dan berhasil memenuhi tujuan
penciptaku"
Ketika ia mengakhiri kalimatnya, aku menangis sepuas-puasnya.
Menangis kerana sedar betapa sombongnya aku. Menangis kerana menemukan alasan
mengapa aku merasa hampa, dan menyedari sesungguhnya aku diciptakan bukan
sebagai gelas hiasan melainkan gelas biasa , hanya dengan ukiran yang indah yang
dilengkapi dengan tujuan dari mulanya untuk membantu manusia memuaskan
dahaganya.
Pelajaran?
Sahabat, proses pembentukkan dari Tuhan memang terkadang
menyakitkan, terutama saat Dia mengikis keinginan ego kita. Namun, ketika
dengan iman kita tetap taat dan setia melangkah bersamaNya, perlahan Tuhan akan
menyedarkan kita bahwa jalan yang kita sedang dilalui adalah jalan menuju penyempurnaan
tujuanNya untuk hidup saya dan anda.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment